Model-Model Kepemimpinan Politik

Model-model kepemimpinan politik sekarang penting untuk dikaji ulang. Indonesia sebentar lagi akan menentukan presiden baru. Tanggal pemilihan tersebut 9 Juli 2014. Model-model kepemimpinan politik ditengarai penting untuk mengidentifikasi karakteristik masing-masing calon presiden yang akan bersaing nanti.

Sekurangnya terdapat 4 model kepemimpinan politik, yaitu: (1) Negarawan, (2) Demagog, (3) Politisi Biasa, dan (4) Citizen-Leader. [1] Negarawan yaitu seorang pemimpin politik yang mempunyai visi, karisma pribadi, kebijaksanaan praktis, dan kepedulian terhadap kepentingan umum yang kepemimpinannya itu bermanfaat bagi masyarakat. Demagog yaitu seseorang yang memakai keahliannya memimpin untuk memeroleh jabatan publik dengan cara menarik rasa takut dan prasangka umum untuk kemudian menyalahgunakan kekuasaan yang ia peroleh tersebut demi laba pribadi. Politisi seorang pemegang jabatan publik yang siap untuk mengorbankan prinsip-prinsip yang dimiliki sebelumnya atau mengesampingkan kebijakan yang tidak terkenal semoga sanggup dipilih kembali. Citizen-Leader Seseorang yang mensugesti pemerintah secara meyakinkan meskipun ia tidak memegang jabatan resmi pemerintahan.


Karakteristik Masing-masing Model Kepemimpinan Politik

Definisi masing-masing model kepemimpinan politik sudah diketahui. Persoalan selanjutnya adalah, bagaimana melaksanakan perabaan guna mengidentifikasi seorang capres masuk ke kategori mana. Untuk itu diharapkan seperangkat indikator. Indikator ini penting demi melaksanakan pengukuran aksara seorang individu capres.

Karakteristik Negarawan adalah:
  • Mengejar kebaikan umum. Pemimpin terbaik termotivasi bukan oleh kepentingan diri sendiri yang bergairah melainkan oleh kebaikan umum.
  • Kebijaksaan yang praktis. Visi kebaikan publik, semenarik apapun tidak akan mempunyai kegunaan tanpa orang yang punya visi tersebut tidak tahu bagaimana cara mencapainya. Sebab itu, pemimpin yang baik harus mempunyai kebijaksaan yang praktis, dengan mana lewat kebijaksanaan itu, pemimpin sanggup memahami korelasi antara tindakan yang diambil dengan konsekuensi-konsekuensinya.
  • Keahlian politik. Pemimpin yang baik sekaligus pula seseorang yang punya talenta dalam menilai dan melaksanakan pendelegasian wewenang. Dalam memimpin negara, pemimpin harus menjalankan birokrasi raksasa, mengarahkan para staf, bekerja sama dengan para legislator demi meloloskan agenda pemerintahan, dan menggalang opini publik sehubungan dengan kebijakan administrasi. Tanpa keahlian politik yang menyukupi, tidak mungkin tugas-tugas berat menyerupai ini sanggup berjalan secara baik.
  • Kesempatan luar biasa. Negarawan lahir dari suatu kondisi kritis. Ketika suatu negara berada dalam pusaran kejenuhan, kebosanan, stagnasi, disorientsi, atau perang, dari sinilah negarawan umumnya lahir.
  • Nasib baik. Terkadang, seorang negarawan lahir alasannya yaitu nasib baik. Kadang pula disebutkan, bahwa ia dianugerahi berkah oleh Yang Mahakuasa untuk memikul beban masyarakat dan negaranya.

Karakteristik Demagog adalah:
  • Ia mengeksploitasi prasangka publik. Sebagai seorang tokoh, demagog sangat sensitif akan prasangka-prasangka sosial yang berkembang di tengah masyarakat. Ia kemudian memerankan diri sebagai bangun di sisi masyarakat sehubungan dengan prasangka yang muncul. Peran tersebut dibarengi dengan rangkaian kesepakatan bahwa ia akan memastikan bahwa prasangka tersebut akan ditanggulangi apabila ia menduduki jabatan politik.
  • Kerap melaksanakan distorsi atas kebenaran. Kebenaran yaitu tidak lebih dari komoditas politik. Apabila kebenaran tersebut tidak sejalan dengan prakteknya untuk menggapai kekuasaan, ia akan mendistorsinya. Distorsi tersebut sebagian besar diperkuat dengan aneka fakta "kuat" yang ia susun sehingga distorsi tersebut masuk akal. Dengan kata lain, ia menciptakan "babad" yaitu rangkaian dongeng historis yang menguatkan posisinya di atas kebenaran yang ada.
  • Mengumbar janji-janji manis untuk memeroleh kuasa politik. Terlebih, apabila kesepakatan tersebut cukup populis dengan pangsa pemirsa yang cukup besar. Sekali lagi, bagi seorang demagog, kesepakatan yaitu komoditas politik yang akan digunakannya sebagai instrumen kampanye guna meneguhkan posisinya dibanding para kompetitornya yang lain.
  • Tidak canggung memakai metode yang dinilai kurang bermoral. Hal ini terkait dengan karakteristik-karakteristik sebelumnya. Masalah moral bukan problem yang harus diprioritaskan. Moral bergantung pada tujuan, dan moral dalam diri seorang demagog yaitu situasi di mana keinginannya untuk berkuasa terealisasi. Tidak ada evaluasi moral untuk metode yang ia gunakan untk menyapai tujuan kekuasaan.
  • Memiliki daya tarik yang besar terhadap masyarakat banyak. Seorang demagog sekaligus yaitu orang yang terkenal di mata publik. Aneka daya tarik sanggup saja dimiliki seorang demagog. Daya tarik inilah yang bahwasanya menciptakan publik memercayai seorang demagog. Publik tidak lagi kritis akan variabel ideosinkretik yang menempel di dalam diri demagog. Publik hanya memercayai apa dan bagaimana performance seorang demagog secara aktual.
  • Jika negarawan secara nrimo peduli akan keadilan dan kebaikan umum, maka Demagog sekadar berpura-pura peduli dalam rangka memeroleh jabatan, yang begitu ia mendapatkannya, tanpa ragu ia akan mengkhianatinya. Hal ini sesuai dengan karakteristik seorang demagog, bahwa ia hanya ingin berkuasa. Setelah ia berkuasa, segala hal yang ia janjikan di masa-masa sebelumnya akan direnegosiasi ulang.

Karakteristik Politisi biasa adalah:
  • Tidak punya visi dan talenta yang cemerlang. Seorang politisi biasa tampak kurang bersinar. Ia hanya berada di "sekeliling" tanpa pernah menjadi sentra pengambilan arah suatu masyarakat. Visi yang ia miliki terlampau umum, kurang greget, "biasa", dan terkesan asal ambil. Bakat yang ia miliki mungkin alami atau "karbitan", tetapi publik memandangnya sebagai "datar", "umum", dan "kurang menarik."
  • Hidup cuma day-to-day, dengan upaya untuk mengatasi tekanan dan kendala yang dialami dalam keseharian. Politisi biasa tidak hidup untuk long-term melainkan short-term. Ia hanya dipusingkan urusan bagaimana semoga ia tetap bercokol di bulat kekuasaan. Ia tidak terlalu pusing apabila disebut tidak melaksanakan apa-apa di dalam jabatannya. Ia gres merasa pusing apabila menghadapi kemungkinan akan tidak digunakan kembali di masa mendatang.
  • Kendati ingin berbuat sesuatu yang baik, mereka selalu kesulitan menjaga isu-isu moral dan watak secara tegas. Politisi biasa janganlah diharapkan untuk bicara problem moral ataupun etika. Masalah moral dan watak bukanlah prioritas di dalam jabatannya. Kerapkali memang, politisi biasa ingin berbuat sesuatu yang baik. Namun, kerap pula harapan tersebut dibatasi oleh keinginannya untuk menyenangkan seluruh pihak. Ia ingin diterima oleh semua pihak dan moral serta watak kerap menjadi korban dari kehendaknya tersebut.
  • Mereka sulit mengatasi risiko politik. Karena itulah, mereka memosisikan diri mereka di titik aman. Ia berusaha netral bahkan di ketika ia ada dalam posisi terjepit untuk memilih. Pilihan barulah ia buat apabila ada keyakinan bahwa pilihan tersebut membawanya ke titik kondusif lainnya. Bagi politisi biasa, usaha untuk tetap di pusaran kekuasaan yaitu lebih penting ketimbang ia memperlihatkan posisi dirinya yang asli.
  • Kendati mereka ini umumnya tidak korup, tetapi bahwasanya mereka gampang sekali untuk disuap. Karena mereka enggan menanggulangi risiko politik, mereka menerapkan image tidak korup. Dan, ketidakkorupan ini bukanlah sesuatu yang mutlak kita tidak harus percaya. Sayangnya, mereka justru membuka diri untuk disuap. Kesediaan disuap ini tegas dilatarbelakangi oleh kehendak mereka untuk menyari aman. Toh, bukan saya yang meminta tetapi mereka.
  • Mereka ini tidak lebih baik atau lebih jelek dari insan lainnya. Bedanya, mereka punya posisi untuk melaksanakan hal-hal jelek (ataupun baik) dengan efek lebih besar. Secara umum, mereka sulit dibedakan dengan warganegara lain pada umumnya. Mereka terlampau biasa, sehingga sikap yang mereka tunjukkan di layar beling atau media massa sama persis dengan sikap kita, keluarga kita, ataupun teman kita. Bedanya, kita, keluarga kita, ataupun teman kita tidak punya kuasa untuk menciptakan kebijakan umum. Para politisi biasa ini bisa.

Karakteristik Citizen-Leader adalah:
  • Punya dedikasi unik atas masyarakat. Mereka ini, dalam waktu lama, aktif memimpin suatu segmen dalam masyarakat dalam memerjuangkan keyakinan dan posisi mereka di dalam kepolitikan suatu negara. Mereka nyaris tidak lagi mempunyai kehidupan privasi alasannya yaitu hampir di setiap saat, mereka harus bergerak, bekerja, dan mengatasi permasalahan segmen masyarakat yang mereka wakili. Mereka inilah yang kerap berhadapan dengan kuasa-kuasa formal, bersitegang, dan mendapatkan hukuman atas keyakinan pengabdiannya. Sulit untuk meminta sesuatu yang sifatnya formalitas pada mereka alasannya yaitu kuasa negara yang formal itu pun dalam anggapan mereka sudah bersifat informal.
  • Punya magnet personal di dalam dirinya. Seorang citizen-leader diyakini mempunyai daya tarik yang luar biasa di dalam diri mereka. Magnet inilah yang menciptakan para pengikutnya bahkan rela menawarkan loyalitas mereka kepada dirinya. Daya tarik ini sanggup merupakan perpaduan unik antara berkah dari Yang Mahakuasa dengan bakat-bakat kepimpimpinan yang ia miliki.
  • Keberaniannya di atas rata-rata, sehingga menarik orang-orang untuk menjadi pengikutnya. Dare to be different yaitu niscaya kualitas yang ada di dalam diri seorang citizen-leader. Keberanian yang ia miliki jauh di atas rata-rata orang di sekelilingnya. Keberanian yang ia miliki menular kepada para pengikutnya sehingga usaha yang ia bawakan mempunyai stamina cukup untuk durasi panjang.


----------

[1] Thomas M. Magstadt, Understanding Politics: Ideas, Institutions, and Issues (Belmont: Wadsworth, 2010) p.307.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Model-Model Kepemimpinan Politik"

Posting Komentar