Perkembangan pemikiran administrasi dan definisi-definisi administrasi sama ibarat konsep organisasi yaitu mempunyai dinamika perkembangan epistemologi. Bahkan, perkembangan pemikiran administrasi ini relatif tumpang-tindih dengan perkembangan pemikiran organisasi. Tokoh-tokoh pemikirnya pun banyak yang sama. Ini menambah catatan bahwa kedua bidang, organisasi dan manajemen, mempunyai kedekatan yang sangat serius.
Ellen A. Benowitz, ibarat halnya Stephen P. Robbins, melaksanakan pemetaan atas perkembangan pemikiran manajemen.[1] Benowitz membaginya ke dalam 5 kategori perkembangan pemikiran yaitu: (1) Classical School of Management (Aliran Manajemen Klasik), (2) Behavioral Management Theory (Teori Manajemen Perilaku), (3) Quantitative School of Management (Aliran Manajemen Kuantitatif), (4) Contingency School of Management (Aliran Manajemen Kontijensi), dan (5) Quality School of Management (Aliran Manajemen Kualitatif). Masing-masing tahap perkembangan pemikiran tersebut masih sanggup dibagi lagi ke dalam sub-sub pemikiran seputar manajemen.
Aliran Manajemen Klasik
Pemikiran ini berkembang selama Revolusi Industri tatkala bermunculan masalah-masalah yang bekerjasama dengan sistem yang selama ini berlaku di pabrik. Manajer mengalami ketidakpastian dalam cara bagaimana melatih pekerja. Kesulitan ini muncul alasannya yaitu Revolusi Industri mendorong imigrasi penduduk antarnegara, utamanya dari wilayah yang non berbahasa Inggris ke negara-negara yang berbahasa Inggris. Manajer juga gagap dalam menangani ketidakpuasan pekerja yang cenderung meningkat. Lalu, mereka mulai menguji sejumlah solusi. Hasilnya, teori administrasi klasik terbentuk sebagai upaya menemukan cara terbaik untuk memanajemen dan mengerjakan pekerjaan. Aliran Manajemen Klasik (Classical School of Management) terdiri atas dua cabang: Aliran Saintifik Klasik dan Aliran Administrasi Klasik.
1. Aliran Saintifik Klasik (Classical Scientific School)
Aliran ini muncul akhir adanya kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Penekanannya pada bagaimana menemukan cara terbaik untuk menuntaskan pekerjaan yang dilakukan dengan cara menguji bagaimana tolong-menolong proses kerja dilakukan serta keahlian apa yang dibutuhkan oleh pekerja dalam proses kerja tersebut. Aliran ini banyak berhutang pada sejumlah pemikir lebih banyak didominasi ibarat Frederick Taylor, Henry Gantt, serta Frank dan Lillian Gilbreth.
Frederick Taylor. Ia kerap dijuluki “bapak administrasi saintifik.” Taylor percaya bahwa organisasi seharusnya mempelajari tugas-tugas yang dilakukan para anggotanya serta membangun prosedur-prosedur kerja yang baku. Contohnya, tahun 1898, Taylor menghitung berapa banyak besi dari pabrik di Bethlehem Steel sanggup dipindahkan andaikata para pekerja memakai gerakan, alat, dan langkah-langkah yang benar. Hasilnya mencengangkan, yaitu seharusnya 47,5 ton sehari ketimbang 12,5 ton ibarat yang selama ini berlaku.
Sebagai tambahan, dengan mendesain ulang sekop yang pekerja gunakan, Taylor bisa meningkatkan usang waktu kerja dari satu pekerja sehingga mengurangi jumlah penyekop dari 500 menjadi 140 orang. Akhirnya, ia membangun sistem insentif yang membayar uang lebih kepada pekerja yang bisa menyesuaikan diri dengan metode baru. Produktivitas Bethlehem Steel meroket. Hasilnya, banyak teoretisi mengikuti filosofi Taylor tatkala mereka membangun prinsip-prinsip administrasi di perusahaan masing-masing.
Henry Gantt. Ia yaitu kolega Taylor. Gantt membuat skema yang dikenal dengan Skema Gantt. Skema Gantt yaitu sebuah grafik yang memuat matriks perbandingan antara planning kerja dengan pekerjaan yang terselesaikan selama proses produksi. Dengan lebih menitikberatkan pada waktu ketimbang kuantitas, isi, ataupun berat, display visual ini secara luas dipergunakan sebagai alat perencanaan dan kontrol semenjak ia diciptakan Gantt tahun 1910.
Frank dan Lillian Gilbreth. Sepasang suami istri ini merupakan satu tim. Mereka mempelajari gerakan-gerakan pekerja ketika melaksanakan pekerjaan. Karir awal Frank selaku pemasang bata, membuatnya tertarik dan mempelajari metode dan standardisasi kerja pemasangan bata. Ia memperhatikan pemasangan bata dan memperhatikan adanya sejumlah pekerja yang bekerja lambat dan tidak efisien, sementara lainnya produktif. Dari pengamatan ia menyimpulkan bahwa setiap pemasang bata memakai gerakan-gerakan yang berbeda tatkala memasang bata.
Dari observasi tersebut, Frank menandai gerakan dasar yang penting untuk melaksanakan pekerjaan serta membuang gerakan yang tidak perlu. Pekerja yang memakai metode gres Frank ternyata bisa meningkatkan hasil pekerjaan pemasangan, dari 1000 menjadi 2700 pemasangan bata per hari. Ini merupakan studi gerakan pertama yang didesain untuk mempertahankan cara terbaik dalam bekerja. Kemudian, Frank dan Lillian Gilbreth mempelajari gerakan kerja memakai kamera perekam dan jam. Tatkala suaminya wafat di usia 56, Lillian meneruskan pekerjaan mereka.
Hal yang dipetik dari studi suami isteri ini yaitu gagasan dasar seputar administrasi saintifik, yang terdiri atas:
- Membangun standar-standar gres sehubungan dengan cara-cara melaksanakan pekerjaan;
- Memilih, melatih, dan menyebarkan pekerja yaitu lebih baik ketimbang membiarkan mereka menentukan sendiri pekerjaan dan bagaimana melakukannya.
- Membangun semangat kerjasama antara pekerja dan administrasi guna memastikan bahwa pekerjaan telah dilakukan sesuai prosedur.
- Pembagian kerja yang terang antara pekerja dan administrasi di hampir seluruh lini.
2. Aliran Administrasi Klasik (Classical Administrative School)
Tatkala Aliran Saintifik Klasik fokus pada produktivitas individual (pekerja), Aliran Administrasi Klasik berkonsentrasi pada organisasi secara keseluruhan. Penekanannya lebih pada bagaimana membuat prinsip-prinsip manajerial ketimbang cara-cara kerja yang baru. Kontributor pemikiran ini yaitu Max Weber, Henri Fayol, Mary Parker Follett, dan Chester Irving Barnard. Teoretisi-teoretisi tersebut mempelajari arus informasi di dalam organisasi dan menekankan pentingnya memahami bagaimana tolong-menolong organisasi – sebagai keseluruhan– beroperasi.
Max Weber. Akhir 1800-an, Max Weber menyatakan ketidaksukaannya atas kenyataan banyaknya organisasi-organisasi di Eropa yang dimanajemen ala keluarga pribadi, termasuk Dinasti Hohenzollern di Jerman. Dalam organisasi-organisasi tersebut, para pekerja hanya setia kepada supervisor kelompok masing-masing ketimbang organisasi sebagai suatu keseluruhan. Untuk itu, Weber yakin bahwa organisasi seharusnya dimanajemen secara impersonal dan harus punya struktur organisasi yang bersifat formal.
Weber juga menekankan pentingnya kepatuhan atas aturan-aturan tertulis dalam organisasi. Weber menolak untuk menyerahkan otoritas kepada satu personalitas (individu). Baginya, otoritas seharusnya merupakan sesuatu yang berbaur dengan pekerjaan seseorang bukan kepada pribadi. Otoritas pun harus sanggup secara gampang dipindahkan dari orang yang satu ke orang lainnya. Organisasi yang non personal dan berbentuk obyektif ini disebut birokrasi.
Weber yakin bahwa seluruh birokrasi punya karakteristik berikut:
- Hirarki yang Disusun Baik. Seluruh posisi dalam birokrasi dibagi dengan cara yang memungkinkan posisi yang lebih tinggi mengawasi dan mengendalikan posisi yang lebih rendah. Rantai komando tegas ini memungkinkan kontrol manajerial atas organisasi secara keseluruhan.
- Pembagian Kerja dan Spesialisasi. Seluruh pertanggungan jawab dalam organisasi dirinci sehingga setiap pekerja punya kebebasan melaksanakan tugas-tugas tertentu alasannya yaitu terang aturannya.
- Aturan dan Perundangan. Prosedur operasi standar harus mengatur seluruh kegiatan organisasi untuk menyediakan kepastian dan menjamin terlaksananya koordinasi.
- Hubungan Impersonal Manajer dan Pekerja. Manajer harus memelihara kekerabatan impersonal dengan pekerja sehingga favoritisme dan penilaian subyektif tidak mensugesti pembuatan keputusan.
- Kompetensi. Kompetensi, bukan siapa yang anda kenal, harus menjadi dasar seluruh keputusan dalam kontrak kerja, penempatan, dan promosi dalam rangka meningkatkan kemampuan kerja dan merit system selaku karakteristik utama dalam organisasi birokrasi.
- Dokumentasi. Birokrasi perlu memelihara dokumen mereka secara lengkap atas segala aktivitasnya semoga ketika duduk masalah muncul, preseden gampang ditemukan.
Henri Fayol. Insinyur pertambangan Perancis ini merinci 14 prinsip administrasi ibarat telah dimuat dalam goresan pena sebelumnya. Prinsip-prinsip ini memungkinkan administrasi modern ketika ini memperoleh pedoman seputar bagaimana supervisor mengorganisir departemennya dan memanajemen stafnya secara seharusnya. Kendati riset di masa kemudian menolak beberapa di antara gagasannya, umumnya prinsip-prinsip Fayol masih dipakai secara luas dalam teori-teori manajemen.
Mary Parker Follett. Ia menekankan pentingnya menetapkan tujuan bersama bagi para pekerja di dalam organisasi. Follett punya pendapat berbeda dengan teoretisi lainnya yang cenderung memandang kegiatan administrasi secara mekanik. Follett merupakan pionir dalam pembicaraan mengenai etika, kuasa, dan kepemimpinan dalam dunia manajemen. Ia mendorong manajer semoga mengizinkan pekerja berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan. Follett menekankan pentingnya faktor insan ketimbang teknik-teknik pekerjaan. Hasilnya, ia menjadi pionir pemihakan atas pekerja dan kerap dianggap sepele oleh sarjana administrasi di masanya. Namun, waktu berubah, dan gagasan inovatif dari masa kemudian tiba-tiba dimaknai secara baru. Banyak yang para manajer lakukan kini didasarkan pada dasar-dasar yang telah Follett berdiri 70 tahun silam.
Chester Irving Barnard. Barnard yaitu presiden New Jersey Bell Telephone Company. Ia memperkenalkan gagasan “organisasi informal.” Organisasi informal yaitu klik (kelompok di dalam organisasi, bersifat eksklusif) yang secara alami terbentuk di dalam organisasi. Ia menganggap organisasi informal ini punya kiprah besar dalam fungsi komunikasi dalam organisasi. Mereka tolong-menolong sanggup membantu organisasi mencapai tujuan.
Secara khusus, Barnard mencicipi pentingnya manajer membangun semangat tujuan bersama di mana kehendak bekerjasama sanggup didorong secara maksimal. Barnard dianggap pembangun teori “manajemen dengan persetujuan,” yang menekankan manajer hanya mempunyai kewenangan yang legitimate untuk bertindak tatkala pekerja telah menyetujui kewenganangan tersebut. Bagi Barnard, 4 faktor berikut mensugesti keinginan pekerja untuk mendapatkan otoritas:
- Pekerja telah memahami proses komunikasi di dalam organisasi;
- Pekerja menyetujui bahwa komunikasi yang dikembangkan konsisten dengan tujuan organisasi;
- Pekerja mencicipi bahwa tindakan mereka konsisten dengan kebutuhan dan keinginan para pekerja lainnya; dan
- Pekerja merasa bahwa mereka secara mental dan fisik bisa melaksanakan perintah.
Simpati Barnard bagi pemahaman atas kebutuhan pekerja menempatkan dirinya selaku jembatan penghubung antara anutan administrasi klasik dengan teori administrasi perilaku.
Teori Manajemen Perilaku (Behavioral Management Theory)
Penekanan pemikiran administrasi pasca anutan klasik ada di seputar interaksi dan motivasi individu di dalam organisasi. Prinsip-prinsip administrasi selama periode klasik kurang bisa menyesuaikan diri dengan aneka situasi berbeda yang berkembang di sekeliling organisasi. Aliran tersebut juga dianggap kurang bisa menjelaskan munculnya sikap pekerja yang bermacam-macam dalam menjalankan pekerjaan. Singkatnya, anutan klasik dianggap telah mengabaikan motivasi dan sikap tumbuh di dalam diri pekerja. Hasilnya, muncul anutan sikap (behavioral).
Teori administrasi behavioral kerap disebut gerakan kekerabatan insan akhir ia menekankan pentingnya dimensi insan dalam pekerjaan. Teoretisi behavioral yakin bahwa pemahaman yang lebih baik atas sikap insan ketika mereka bekerja, ibarat motivasi, konflik, harapan, dan dinamika kelompok, akan meningkatkan produktivitas organisasi.
Elton Mayo. Kontribusi Mayo berawal dari Hawthorne Studies. Mayo dan rekannya F. J. Roethlisberger menyimpulkan bahwa peningkatan produksi merupakan hasil pengawasan supervisor ketimbang perubahan pencahayaan ruangan atau fasilitas-fasilitas lain yang bersifat fisik bagi pekerja. Supervisor yang bisa memahami apa yang tolong-menolong diinginkan pekerja, diyakini akan bisa meningkatkan motivasi dan produktivitas mereka. Kesimpulan pokok dari Hawthorne Studies adalah, kekerabatan antarmanusia dan kebutuhan sosial pekerja yaitu aspek kunci bagi manajemen. Konsep motivasi dalam diri insan ini mendorong munculnya teori dan praktek administrasi yang revolusioner.
Abraham Maslow. Seorang psikolog, membangun apa yang kemudian dikenal sebagai Teori Kebutuhan. Teori kebutuhan yaitu teori motivasi kerja yang didasarkan pada kebutuhan umum manusia. Teori Maslow punya 3 asumsi:
- Kebutuhan insan tidak akan pernah terpuaskan;
- Perilaku insan punya tujuan dan dimotivasi oleh kebutuhan untuk mencicipi kepuasan; dan
- Kebutuhan sanggup diklasifikasi berdasarkan struktur hirarki dari yang terpenting, yaitu dari bawah (dasar) sampai yang lebih kemudian.
Hirarki kebutuhan Maslow sebagai berikut:
- Kebutuhan Fisiologis. Dalam kebutuhan ini, Maslow mengelompokkan seluruh kebutuhan fisik yang diharapkan insan untuk bertahan hidup, ibarat masakan atau minuman. Setelah kebutuhan fisiologis tercapai, ia bukan lagi berupa motivator.
- Kebutuhan Keamanan. Kebutuhan ini meliputi keamanan dasar, stabilitas posisi dan kekerabatan kerja, perlindungan, dan kebebasan dari rasa takut. Ia merupakan kondisi yang normal bagi setiap individu untuk memuaskan kebutuhan ini. Jika belum terpenuhi, maka ia menjadi motivator.
- Kebutuhan Pemilikan dan Kasih Sayang. Setelah kebutuhan fisik dan keamanan terpuaskan, mereka bukan lagi motivator. Lanjutannya, muncul kebutuhan akan kepemilikan dan kasih sayang selaku motivator. Individu cenderung mencari kekerabatan bermakna dengan orang lain di dalam organisasi.
- Kebutuhan Kebanggaan Diri. Individu harus membangun rasa percaya diri dan ingin meraih status, reputasi, dan kemegahan.
- Kebutuhan Aktualisasi Diri. Ini yaitu kebutuhan insan untuk menemukan jati dirinya lewat pekerjaan yang ia lakukan.
Douglas McGregor. McGregor sangat terpengaruh oleh Hawthorne Studies dan teori kebutuhan Maslow. Ia yakin ada 2 jenis manajer. Jenis pertama, manajer Teori X, yang punya pandangan negatif atas pekerja, menganggap mereka malas, tidak bisa dipercaya, dan tidak punya kemampuan. Manajer lain bertipe Teori Y, yang, mengasumsikan pekerja bukan hanya bisa dipercaya dan bisa memikul tanggung jawab, tetapi juga punya motivasi kerja yang tinggi. Aspek penting gagasan McGregor yaitu keyakinannya bahwa manajer yang menganut salah satu perkiraan sanggup membuat kemampuan untuk membuat anak buah mengikuti impian manajer.
Aliran Manajemen Kuantitatif
Selama Perang Dunia II, matematikawan, fisikawan, serta ilmuwan ilmu-ilmu niscaya lainnya menggabungkan diri ke dalam bidang kemiliteran untuk melawan aliansi Jerman, Jepang, dan Italia. Aliran administrasi kuantitatif yaitu hasil dari riset administrasi yang diadakan selama Perang Dunia II tersebut. Pendekatan kuantitatif atas administrasi melibatkan penggunaan teknik-teknik kuantitatif-matematika ibarat statistik, model informasi, dan simulasi komputer untuk memprediksi proses pembuatan keputusan. Aliran ini punya beberapa cabang.
1. Manajemen Sains
Aliran administrasi sains muncul menyikapi duduk masalah yang bekerjasama dengan perang global. Kini, pandangan Manajemen Sains mendorong manajer memakai matematika, statistik, dan teknik kuantitatif lainnya untuk membuat keputusan. Manajer sanggup memakai model komputer untuk menggambarkan cara terbaik, contohnya menghemat uang dan waktu, dalam suatu proses produksi. Manajer memakai sejumlah aplikasi sains berikut:
- Matematika terapan membantu membuat proyeksi hal-hal penting dalam proses perencanaan.
- Model inventory mengendalikan inventaris dan pengorderan barang secara matematis.
- Selain Manajemen Sains, juga terdapat Manajemen Operasi.
2. Manajemen Operasi
Manajemen operasi yaitu cabang kecil dari pendekatan kuantitatif dalam manajemen. Fokusnya pada bagaimana memanajemen proses pengubahan material, tenaga kerja, dan modal menjadi output (jasa dan barang) yang punya manfaat dan nilai jual. Manajemen operasi fokus pada pencarian metode paling efektif yang dipakai oleh organisasi untuk memproduksi manufaktur ataupun jasa. Sumber daya input atau faktor produksi, termasuk ragam materi mentah, teknologi, modal informasi, dan orang yang dibutuhkan guna membuat produk akhir, didayagunakan secara lebih efektif untuk meningkatkan produktivitas.
Manajemen operasi ketika ini memberi perhatian khusus pada tuntutan kualitas, layanan pelanggan, dan persaingan. Proses diawali dengan perhatian pada kebutuhan konsumen: Apa yang tolong-menolong konsumen inginkan? Di mana mereka menginginkannya? Kapan mereka menginginkannya? Berdasar balasan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, manajer gres mengerahkan sumber daya dan mengambil tindakan untuk memenuhi impian pelanggan.
3. Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen (SIM) yaitu salah satu bidang anutan kuantitatif. SIM mengorganisir masa lalu, masa kini, dan melaksanakan proyeksi data, baik dari sumber internal maupun eksternal, untuk diolah menjadi informasi yang bermanfaat. Informasi tersebut tersedia bagi para manajer di aneka level. SIM juga memungkinkan pengorganisasian data ke dalam format yang bermanfaat dan gampang diakses. Hasilnya, manajer sanggup mengenali pilihan-pilihan keputusan secara cepat, mengevaluasi alternatif memakai jadwal pengolah angka, simulasi jika-begini-maka-begitu, dan akhirnya, menentukan alternatif terbaik berdasar balasan atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Aliran Manajemen Kontijensi (Situasional)
Aliran administrasi kontijensi sanggup dirangkum sebagai pendekatan semua tergantung pada. Tesisnya, suatu tindakan administrasi yang akan diterapkan serta pendekatan yang dipakai dalam tindakan tersebut sepenuhnya bergantung pada situasi. Sebab itu, administrasi kontijensi juga disebut anutan administrasi situasional. Aliran ini muncul sebagai hasil riset tahun 1960-an dan 1970-an dan sekaligus merupakan reaksi penolakan atas anutan saintifik. Riset-riset tersebut fokus pada faktor-faktor situasional yang mensugesti struktur dan gaya kepemimpinan organisasi di aneka situasi berbeda. [2]
Bagi anutan kontijensi, perubahan lingkungan, ketidakmenentuan zaman, perubahan teknologi kerja, dan peningkatan/penurnan ukuran perusahaan, merupakan faktor-faktor lingkungan yang mensugesti efektivitas manajerial di aneka bentuk organisasi. Menurut anutan ini, kondisi-kondisi yang merupakan perkiraan dasar anutan saintifik ibarat lingkungan yang stabil, sentralisasi, standardisasi, dan spesialisasi guna mencapai efisiensi dan konsistensi, telah usai. Era stabilitas, kepastian, prediktabilitas, yang memungkinkan diterapkannya kebijakan, aturan, dan prosedur-prosedur tetap ibarat diasumsikan oleh Aliran Saintifik kini sudah tidak ada lagi. Aliran kontijensi mengasumsikan lingkungan yang mengelilingi kehidupan organisasi penuh dengan ketidakpastian.
Aliran kontijensi yang berkembang di lingkungan tak stabil menghendaki desentralisasi untuk menjamin terwujudnya fleksibilitas dan adaptabilitas organisasi. Ketidakmenentuan dan ketidakterukuran membutuhkan metode penyelesaian duduk masalah yang sifatnya non rutin, atau situasional.
Aliran kontijensi diwakili oleh Paul Lawrence and Jay Lorsch dalam karyanya Organizations and Environment: Managing Differentiation and Integration yang terbit tahun 1967. Dalam karya tersebut, Lawrence and Lorsch beropini bahwa unit-unit organisasi yang bergerak dalam lingkungan berbeda cenderung menyebarkan karakteristik unit yang juga berbeda. Semakin besar perbedaan internal di antara mereka, semakin besar pula kebutuhan koordinasi antar unit tersebut.
Joan Woodward dalam karyanya Industrial Organization: Theory and Practice yang terbit tahun 1965 juga menemukan fakta organisasi manufaktur yang sukses secara finansial serta memakai aneka jenis teknologi kerja ternyata mempunyai perbedaan sehubungan dengan jumlah tingkatan manajemen, ekspansi manajemen, dan derajat spesialisasi para pekerjanya. Ia menghubungkan perbedaan dalam organisasi untuk menyebarkan performa kerja dan beropini bahwa bentuk-bentuk organisasi tertentu hanya cocok bagi tipe teknologi kerja tertentu.
Aliran Manajemen Kualitas (Quality School of Management)
Aliran Manajemen Kualitas yaitu konsep menyeluruh seputar leading dan operating suatu organisasi. Ia dimaksudkan untuk meningkatkan performa kerja organisasi secara terus-menerus dengan fokus pada customer seraya sensitif terhadap kepentingan para stake holder. Dengan kata lain, Manajemen Kualitas fokus pada bagaimana cara mengorganisasi secara total untuk membuat pelayanan terbaik pada pelanggan.
Perbedaan Manajemen Kualitas dengan aliran-aliran sebelumnya terdapat dalam duduk masalah sikap administrasi terhadap produk dan pekerja. Aliran sebelumnya fokus pada volume produksi dan biaya produksi. Kualitas dikendalikan memakai metode pindai (pemeriksaan hasil produksi), duduk masalah diselesaikan hanya oleh pihak manajemen, dan kiprah administrasi didefinisikan hanya sebagai planning (perencanaan), menentukan pekerjaan, dan pengendalian produksi. Manajemen Kualitas berbeda. Ia fokus pada pelanggan dan bagaimana memenuhi kebutuhan mereka.
Manajemen Kualitas diarahkan lewat serangkaian tindakan pencegahan, contohnya memastikan kualitas terjadim dalam tiap-tiap tahapan pekerjaan. Jika muncul masalah, maka ia diselesaikan oleh suatu tim. Setiap orang harus bertanggung jawab atas kualitas produk. Peran administrasi yaitu mendelegasikan, melatih, memfasilitasi, dan membimbing pekerja. Prinsip utama Manajemen Kualitas yaitu : kualitas, kerja tim, dan administrasi yang proaktif demi proses peningkatan kinerja yang menjamin kepuasan pelanggan.
W. Edward Deming. Tokoh Manajemen Kualitas ini menerbitkan pemikiran dalam karyanya Out of the Crisis. Karya tersebut terbit tahun 1986. Ia seorang Amerika Serikat yang bekerja sama dengan Walter A. Shewhard di Bell Telephone Company. Rekannya itu, Shewhart, spesialis statistik yang beropini bahwa kendali produksi sanggup dimanajemen secara lebih baik dengan memakai metode statistik. Shewhart kemudian menyusun denah statistik untuk mengendalikan variabel-variabel dalam proses produksi.
Berdasarkan karya Shewhart itulah Deming menyebarkan proses kerja yang memakai teknik-teknik statistik yang diyakini bisa memberi peringatan awal seputar kapan seorang manajer harus mengintervensi sebuah proses produksi. Deming kemudian dikirim ke Jepang untuk memulihkan pabrik-pabrik manufaktur Jepang yang hancur alasannya yaitu perang. Di sana Deming memperkenalkan metode statistical process control kepada kalangan bisnis dan insinyur Jepang. Konsep Deming kemudian meluas dan menjadi standard dalam penjaminan kualitas atas seluruh proses produksi.
Lebih lanjut, Deming kemudian menyebarkan konsep reaksi berantai. Reaksi ini muncul tatkala kualitas meningkat, biaya turun, dan produktivitas meningkat. Kondisi ini akan mendorong upaya ekspansi lapangan kerja, ekspansi pasar, dan kebertahanan hidup yang lebih usang bagi perusahaan. Ia menekankan pentingnya pujian dan kepuasan pekerja seraya menekankan bahwa tanggung jawab manajer-lah untuk meningkatkan proses pekerjaan, bukan pekerja.
Deming juga memperkenalkan Lingkaran Kualitas, yang didasarkan pada pentingnya pertemuan-pertemuan rutin dan periodik dari para pekerja yang diklasifikasi ke dalam kelompok-kelompok untuk melaksanakan pembahasan seputar kualitas produk secara menyeluruh. Poin-poin Manajemen Kualitas yang Deming tawarkan sanggup diringkas sebagai berikut:
- Susun rencana; publikasikan maksud dan tujuan organisasi;
- Pelajari dan adopsi filosofi kualitas yang baru;
- Pahami tujuan dari inspeksi; hentikan kebergantungan pada inspeksi;
- Hentikan pandangan tinggi atas bisnis semata-mata pada harga;
- Tingkatkan kinerja sistem secara terus-menerus;
- Lembagakan pelatihan;
- Latih dan lembagakan kepemimpinan;
- Buang rasa takut, ciptakan kepercayaan, dan bentuk iklim inovasi;
- Tingkatkan upaya dari tim, kelompok, dan staf;
- Hentikan pemaksaan dan pentargetan pada para pekerja; ciptakan metode prestasi;
- Hentikan kuota angka bagi para pekerja;
- Buang kendala yang merampok pujian diri pekerja atas pekerjaannya;
- Dorong pendidikan dan peningkatan diri untuk setiap orang; dan
- Bertindak secara transformatif, buat itu sebagai pekerjaan setiap orang.
Aliran Manajemen Kualitas juga diwakili oleh Joseph M. Juran lewat karyanya Juran’s Quality Handbook yang terbit tahun 1951 dan Juran on Planning for Quality yang terbit tahun 1989. Aliran ini juga ditunjukkan oleh Philip Crosby yang menulis buku Quality is Free. Secara kronologis, perkembangan popularitas Manajemen Kualitas diringkas dalam timeline berikut ini:
- 1931: Walther A. Shewhart dari Bell Laboratories menerbitkan Economic Control of Quality of Manufactured Products yang memperkenalkan kontrol kualitas memakai statistik.
- 1950: W. Edwards Deming bicara pada ilmuwan, insinyur, dan direktur perusahaan Jepang seputar Manajemen Kualitas.
- 1951: Penghargaan diberikan Union of Japanese Scientists and Engineers kepada Deming.
- 1952: Joseph M. Juran menerbitkan Quality Control Handbook.
- 1970: Philip Crosby memperkenalkan konsep Zero Defects.
- 1979: Philip Crosby menerbitkan Quality is Free.
- 1980: Ford Motor Company mengundang Deming selaku pembicara pada para eksekutifnya.
- 1981: Bob Galvin, pemimpin Motorola menerapkan peningkatan kualitas berujung pada Six Sigma.
- 1982: Deming menerbitkan Quality, Productivity, and Competitive Position.
- 1984: Crosby menerbitkan Quality without Tears : The Art of Hassle-Free Management.
- 1987: Kongres Amerika Serikat membuat penghargaan Malcolm Baldridge National Quality Award.
- 1992: Eropa juga membuat penghargaan yang sama disponsori oleh Foundation for Quality Management dengan proteksi European Organization for Quality dan European Commission.
Perkembangan konsep-konsep dalam Manajemen Kualitas sanggup dirangkum sebagai berikut:
- Quality Control (kendali kualitas) muncul pertama kali dengan fokus perancangan spesifikasi produk dan pengecekan produk sebelum meninggalkan pabrik;
- Quality Assurance muncul kemudian, fokus pada identifikasi ciri dan mekanisme yang bisa dievaluasi dan dikendalikan secara kuantitatif;
- Total Quality Control (TQC) muncul berikutnya diperkenalkan Feingenbaum tahun 1983 fokus pada Quality Control menjadi tanggung jawab seluruh elemen organisasi. Ia berefek pada produksi, profit, interaksi manusia, dan kepuasan pelanggan; dan
- Total Quality Management (TQM) fokus pada pelanggan selaku pusat perhatian dan kualitas merupakan tanggung jawab organisasi secara keseluruhan.
-----------------------------------------
Referensi
[1] Ellen A. Benowitz, Principles of Management (New York: Hungry Minds, 2001). pp. 3-10.
[2] Marilyn M. Helms, Encyclopedia of Management, 5th Edition (Farmington Hills: Thomson Gale, 2006) pp. 125-6.
tag: perkembangan pemikiran administrasi klasik administrasi informasi quality management management bisnis kinerja sistem informasi bidang-bidang manajer
tag: perkembangan pemikiran administrasi klasik administrasi informasi quality management management bisnis kinerja sistem informasi bidang-bidang manajer
0 Response to "Perkembangan Aliran Manajemen"
Posting Komentar