Contoh Penerapan E-Government Di Indonesia

Contoh penerapan e-government di Indonesia ini sanggup dilihat dari ilustrasi berikut. Seorang guru mau persiapkan siswa buat Ujian Nasional. Ia butuh kisi-kisi soal sebagai pengarah pendalaman bahan yang hendak ia programkan. Kisi-kisi ia tidak punya, alasannya ialah yang punya wewenang menciptakan kisi-kisi tersebut ialah pemerintah pusat. Jika sentra sudah membuat, maka barulah didistribusikan ke daerah. Sebab segan berurusan dengan birokrasi sentra (juga daerah), yang paling gampang ia tanya saja pada kepala sekolahnya.



"Bu, sudah ada kisi-kisi soal untuk Ujian Nasional. Saya mau mulai pendalaman bahan untuk anak kelas 3," ujar guru tersebut pada kepala sekolah. "Wah, Dinas Pendidikan belum ada yang disampaikan tuh," jawab sang kepala sekolah. "Jadi bagaimana ya. Ujian kan tinggal 2 bulan lagi. Saya betul-betul butuh kisi-kisi soal tersebut," timpal guru itu lagi. "Baiklah. Nanti saya ke dinas kabupaten. Saya akan tanyakan apa kisi-kisi soal tersebut sudah ada atau belum. Anda bersabar saja dulu," pungkas kepala sekolah. Akhirnya, guru tersebut pulang. Potret Indonesia

Di rumah, ia bertemu anaknya yang kelas 5 SD. Guru tersebut dipusingkan oleh sikap anaknya (namanya Dodi, jadi kiranya lelaki) yang keranjingan bermain Ragnarok. Ragnarok ialah game online yang dimainkan melalui media komputer yang terhubung internet. Dodi pun meminta uang padanya untuk bermain Ragnarok di warnet langganannya. "Bu, minta uang dong. Dodi mau ke warnet nih," pinta Dodi. "Aduh Dodi. Ibu tahu, kau di warnet kan paling main game komputer itu. "Ngga kok Bu. Dodi mau mencari tanggapan kiprah yang dikasih guru komputer.

Dodi disuruh mencari isu perihal ancaman merokok," jawab Dodi. "Yang betul, Dod," timpal guru tersebut. "Betul kok Bu. Dodi lagi bosan main game. Kalah terus sih," uja Dodi. "Kamu bisa cari isu perihal kesehatan itu, Dod," tanya guru tersebut. Ia teringat keinginannya memperoleh kisi-kisi soal Ujian Nasional. "Bisa dong Bu. Kan Dodi udah diajarin sama Bu Guru Komputer di sekolah. "Terus, caranya gimana Dod," kejar guru itu. "Dodi ke warnet. Buka internet kemudian Dodi ketik www.google.com di kotak isian address-nya. Setelah itu, muncul kemudahan pencarian Google. Udah deh, Dodi ketik aja judul isu yang mau dicari," terang Dodi bangga.

"Ooo. Kalau begitu, ibu ikut kau deh ke warnet," pinta guru tersebut antusias. "Ibu juga ada yang mau dicari. Tapi, kau yang ketikkan ya. Ibu ngga tahu caranya," tambahnya. Lalu keduanya pergi ke warnet selang 13 rumah dari arah kiri tempat tinggal mereka. Padahal keduanya belum makan siang. "Kamu masuk duluan Dod," suruh guru tersebut. Layaknya jagoan, Dodi pun masuk ke area warnet. Ia pilih PC yang biasa ia pakai bermain game.

Pertama ia ketik di kotak isian address www.google.com. Setelah muncul kemudahan search ia berpaling pada ibunya. "Apa yang mau ibu cari?" tanya Dodi. "Dod, coba kau ketik "kisi-kisi ujian nasional"," jawab guru tersebut. Setelah Dodi akibat mengetik, ia klik button search. Muncullah hyperlink-hyperlink. "Yang mana Bu?" tanya Dodi. "Coba kau klik yang nomor 3 dari atas itu," ujar guru itu. "Itu, yang ada goresan pena Departemen Pendidikan Nasional," tambahnya.

Setelah Dodi meng-klik, muncullah kisi-kisi soal yang tengah dipusingkan guru itu. "Nah, itu Dod yang ibu cari. Bisa dicetak ngga Dod," tanyanya. "Bisa dong Bu. Nanti Dodi bilang sama Bang Jumin (penjaga warnet)," jawab Dodi. Akhirnya, Bang Jumin bisa memprint-out kisi-kisi soal. Seluruhnya 36 lembar dikali Rp.1.000 sehingga total biaya dikeluarkan Rp.36.000. Bukan main senangnya guru itu. Tidak apa uang dikeluarkan demi para siswanya.

Di benak guru itu telah terprogram rencana pendalaman bahan yang akan ia berikan bagi persiapan ujian nasional. Itulah, yang ia kerjakan malam hari di rumahnya hingga pukul 23.30 WIB. Esoknya, begitu tiba di sekolah ia dipanggil atasannya (kepala sekolah tempat ia bertanya kemarin). "Bu, saya kemarin sudah dari dinas pendidikan kabupaten. Mereka menyampaikan kisi-kisi soal belum ada. Belum didistribusikan oleh pusat," katanya. "Oh, tidak perlu Bu. Saya sudah punya kok. Terima kasih," jawab guru itu sambil melangkah niscaya menuju kelas tercintanya.

Konsep E-Government

Kisah di atas bermaksud sederhana, yaitu hendak menggambarkan cepatnya susukan informasi warganegara terhadap suatu jenis kebijakan pemerintah. Guru tadi eksklusif masuk ke struktur birokrasi atas pemerintah guna memperoleh kisi-kisi soal. Secara langsung, guru tersebut eksklusif mengalami aspek positif dari Electronic Government dan biasa disingkat penyebutannya menjadi E-Government.

Shailendra C. Jain Palvia dan Sushil S. Sharma mendefinisikan e-governmet sebagai terminologi umum guna menyebut layanan-layanan yang diberikan kantor departemen, pemerintah, maupun tempat yang didasarkan pada pemanfaatan jaringan web. Menurut keduanya, pemerintah memakai teknologi informasi khususnya internet guna mendukung operasionalisasi kebijakan mereka, melibatkan partisipasi warganegara, dan menyediakan layanan-layanan yang diberikan pemerintah.[1]

Sebuah kelompok kerja berjulukan Working Group on E-government in the Developing World menyebut bahwa e-government ialah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi guna mempromosikan pemerintahan yang efektif dan efisien, memfasilitasi layanan pemerintah yang gampang diakses, memperbesar susukan warga negara terhadap informasi, dan menciptakan pemerintahan lebih akuntabel dikala diperhadapkan dengan warga negara. E-government melibatkan teknologi internet, telepon, pusat-pusat komunitas, perangkat wireless, dan sistem-sistem komunikasi lainnya.[2]

Dalam teladan di atas, Departemen Pendidikan Nasional merupakan pihak yang berwenang memilih soal ujian negara. Jika pemerintah telah rampung menciptakan suatu kebijakan pendidikan, maka dilema yang kemudian muncul ialah bagaimana mengimplementasikannya. Implementasi tersebut melibatkan aspek sosialisasi, distribusi, termasuk tentunya umpan balik. Dapat dibayangkan bila implementasi kebijakan tersebut sekadar memakai media konvensional berupa surat via pos, faksimili, dan sejenisnya.

Publik penerima, khususnya guru, tentu tidak termasuk hitungan person yang harus disampaikan hasil itu kecuali para kepala dinas pendidikan provinsi dan kota, pastilah menjadi person yang dituju. Distorsi implementasi biasanya muncul tatkala suatu kebijakan disampaikan via birokrasi. Kelambatan, protokoler, time-corruption (menunda-nunda), biasanya muncul. Terlebih lagi, bila birokrasi resmi negara tersebut sedang menangani proyek yang melibatkan uang banyak. Bisa dibayangkan bagaimana nasib sekadar kisi-kisi soal ujian nasional ?

E-government mempunyai kemampuan mem-bypass kendala implementasi kebijakan. Dari pembuat eksklusif kepada pihak yang seharusnya menerima. Dari Departemen Pendidikan Nasonal eksklusif kepada guru mata pelajaran. Kemampuan by-pass ini menghilangkan jarak antara warga negara dengan pemerintah.

Konsep E-Governance

E-Government, berdasarkan definisi yang sudah diberikan, relatif merupakan terma umum. Paling tidak, definisi e-government mencakup 3 aras, yaitu pemerintah, media, dan publik pengakses (warganegara). Dalam implementasi hariannya, e-government ternyata melibatkan banyak pihak. Pemerintah bukan lagi merupakan satu-satunya provider informasi produk kebijakan. Pihak-pihak lain dari kalangan civil society pun terlibat.

Organisasi-organisasi baik yang dibuat pemerintah maupun voluntary masyarakat ikut terlibat di dalam proses e-government. Muncullah kemudian istilah e-governance. Mengenai konsep governance (pemerintahan), Robert O. Keohane dan Josep S. Nye menyatakannya sebagai suatu konsep yang mengimplementasikan aspek forum dan proses-prosesnya, baik formal maupun informal, yang membimbing ataupun membatasi acara kelompok secara umum.

Pemerintah merupakan sentra organisasi yang bertindak dengan otoritas dan mengkresi aturan-aturan formal.[3] Sementara itu, konsep pemerintahan tidak mesti harus dilakukan pemerintah. Firma-firma pribadi, firma-firma asosiasi, LSM, ataupun asosiasi LSM, semua sanggup saja terlibat di dalamnya bersama dengan badan-badan pemerintah untuk membentuk pemerintahan; terkadang, meski tanpa kewenangan formal. E-governance, alasannya ialah itu, menjadi ekspansi dari konsep e-government.

Jika e-governent menghendaki pemerintah sebagai satu-satunya produsen informasi, maka e-governance memperluas kiprah tersebut ke level organisasi di civil society. Ini tentu saja mempunyai kesulitannya sendiri, terutama bagi pemerintah. Utamanya dalam melaksanakan sinkronisasi kebijakan mereka. Namun, fenomena e-governance inilah yang bekerjsama tengah real di tengah masyarakat Indonesia kini.

E-Government dan Administrasi Negara

Administrasi Negara merupakan tata kelola negara. Satu hal yang menjadi inti pekerjaan negara ialah menciptakan dan mengimplementasikan kebijakan pemerintah. Indonesia sebagai contoh, mempunyai aneka macam produk undang-undang. Terkadang, belum lagi suatu undang-undang secara sukses terimplementasi, sudah terbit undang-undang yang baru. Sebab itu, menjadi kiprah dari sektor manajemen negara untuk mempenetrasikan seluruh kebijakan negara ke tengah civil society.

Arus produk pemerintah (undang-undang) tentu saja sulit ditahan. Ia terbit tatkala masyarakat membutuhkannya. Seringkali tanpa periodisasi yang zakelijk. Untuk itu, diharapkan suatu metode manajemen yang cepat, bisa menembus batas, dan responsif. Di sanalah, konsep e-governance menemui signifikansinya. Administrasi Negara, dengan demikian lebih condong pada aspek proses atau tata alur kerja. "Administration, therefore, is the implementation of public policy, and because it involves policy decisions, it also entails rule making," demikian ujar Michael Roskin, et. al.[4]

Organisasi yang menyelenggarakan proses atau tata kerja tersebut populer dengan sebutan birokrasi. Birokrasi merupakan sebuah "mesin" yang mengerjakan tugas-tugas manajemen negara keseharian. Sebab itu, e-government sebagai sebuah konsep, sebagian besar dijalankan oleh birokrasi negara ini. Birokrasi dan administrasi, secara lebih jauh merupakan 2 konsep berbeda yang hendak dikaitkan dengan E-Government.

Definisi e-government sendiri -seperti sudah disebut--- lebih berpengaruh dimensi proses atau how to-nya ketimbang organisasi yang menjalankan. Kuatnya dimensi proses ini yang kemudian melahirkan konsep E-Governance, sebagai ekspansi pihak-pihak atau provider yang menjalankan "e-government" ini.

Kembali ke kasus birokrasi. Roskin, et al. menggariskan birokrasi (negara) mempunyai fungsi-fungsi administrasi, regulasi, pelayanan, perizinan, dan pengumpulan informasi. Kelima fungsi ini inheren di dalam implementasi E-Government. Perbedaannya adalah, "kantor" atau "tempat" berlangsungnya kelima kegiatan tersebut dilangsungkan melalui jejaring world wide web.

Tentu saja, tidak seluruh proses manajemen negara sanggup dilangsungkan lewat metode e-government. Penandatangan memorandum of understanding antara warga negara dengan pemerintah, pengambilan surat-surat keputusan pengangkatan seorang pegawai negeri, perizinan usaha, dan sejenisnya masih tetap dilakukan secara konvensional (non electronic government). Namun, hal yang terpenting adalah, e-government bisa memangkas kendala sosialisasi sebuah kebijakan dari level pemerintah kepada masyarakat. Seperti telah dinyatakan Roskin, et.al, manajemen merupakan implementasi dari public policy (kebijakan publik).

Salah satu lini suksesnya implementasi sebuah kebijakan ialah penetrasinya kepada pihak dituju. Satu faktor penting ialah menciptakan publik mengetahui bahwa sebuah kebijakan di level pemerintah telah diambil. Gaung kebijakan tersebut relatif cepat hingga kepada masyarakat lewat media e-government ini. Di Indonesia, rata-rata forum negara telah mempunyai website.

Jika anda browsing memakai mesin pencarian Google sebagai misal, maka anda secara gampang akan mengetahui "ruas dalam" hampir setiap forum yang dimiliki pemerintah. Silakan saja sebut forum kepresidenan, mahkamah konstitusi, mahkamah agung, departemen pendidikan, departemen aturan dan ham, departemen luar negeri, dan sejenisnya. Di website-website tersebut sanggup kita temui visi dan misi lembaga, struktur organisasi, mekanisme pengaduan masalah, kegiatan yang tengah dilakukan, dan masih banyak lagi. Lembaga yang hampir mustahil didatangi secara fisik oleh warganegara menjadi "transparan" tatkala dikunjungi lewat internet.

"O, saya sudah tahu syarat melamar jadi CPNS Deplu. Saya udah download dari situs Deplu semalam." Kalimat tersebut mungkin pernah anda dengan dari lingkungan orang sekitar anda (meski tentunya tidak sama persis). Bayangkan, cepatnya informasi lowongan pekerjaan tersebut bila tersedia via website Deplu. Juga, bayangkan bila kita harus berkunjung secara fisik ke Pejambon.

Footnote:

[1] Shailendra C. Jain Palvia and Sushil S. Sharma, E-Government and E-Governance: Definitions/Domain Framework and Status around the World," dalam Ashok Agarwal and V. Venkata Ramana, eds., Foundations of E-Government, (Hyderabad : 5th International Conference on E-Government, 2007) p.1-2.
[2] Ibid., p.2.
[3] Robert O. Keohane and Joseph S. Nye, "Introduction," dalam Joseph S. Nye and J.D. Donahue, eds., Governance in a Globalization World, (Washington: Brooking Institution Press, 2000).
[4] Michael G. Roskin, et. al., Political Science : An Introduction, (New Jersey : Prentice Hall, 1994) p.308.


tag:
contoh penerapan e-government di indonesia manfaat e-government bagi guru mahasiswa pedagang keterbukaan informasi pemerintah

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Penerapan E-Government Di Indonesia"

Posting Komentar